Rabu, 16 Desember 2009

Tak Bisa Jauh dari Masjid


Rabu, 16 Desember 2009 (Republika)

Oleh: Erik Purnama Putra

“Semua yang saya lakukan hanya untuk Yang di Atas.” Itulah komentar Marzuki (76 tahun) saat dimintai keterangan perihal aktivitasnya sehari-hari yang banyak bergelut dengan ibadah.

Bagi Marzuki, ibadah merupakan sarana bersyukur kepada Sang Pencipta atas karunia yang diberikan kepadanya sehingga tetap sehat di usia senja. Karena itu, hampir sebagian besar waktunya didedikasikan untuk shalat dan mengajar ngaji, baik kepada karyawan Masjid Al Akbar maupun masyarakat umum.

Untuk diketahui, pria kelahiran Gresik itu adalah muadzin (orang yang mengkumandangkan adzan) pertama sejak diresmikannya masjid Al Akbar. Namun, profesi sebagai muadzin sudah dilakoninya sejak tahun 1951.

“Saya sebenarnya hingga sekarang masih kuat untuk adzan. Namun, karena faktor kaderisasi, saya mengalah saja digantikan muadzin muda,” ungkapnya.

Marzuki yang pergi haji tahun 2002 menjelaskan bahwa dirinya sangat kerasan menghabiskan waktunya di masjid. Di samping lebih mudah melaksanakan shalat, juga sekalian mengabdikan diri untuk memakmurkan rumah Allah.

“Waktu saya banyak dihabiskan di masjid, karena hati saya merasa tenang dan tentram. Lagian, saya juga mengajar ngaji karyawan di sini (Masjid Al Akbar). Sehingga saya ini seperti orang yang tak bisa jauh dari masjid,” aku Marzuki.

Labih jauh, pria yang tinggal di daerah Sepanjang Surabaya tersebut menjelaskan. Meski fisik dan tulangnya sudah semakin lemah, tapi hal itu tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk mengabdikan hidupnya di jalan Allah. Caranya, dirinya setiap hari bersepeda berkeliling dari rumah ke masjid Al Akbar demi dapat menunaikan ibadah di masjid terbesar di Jawa Timur tersebut dan mengajar ngaji di berbagai tempat.

“Badan ini boleh rapuh. Namun, hati kecil saya terus mendorong saya untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Maka itu, saya merasa harus selalu di masjid dan tak bisa berlama-lama meninggalkan masjid,” terang pria yang mampu menghapal Al Quran itu.

Menjalani aktivitas yang hanya bergulat di Rumah Allah juga memunculkan hikmah bagi Marzuki. Yakni, dirinya selama ini selalu dimudahkan oleh Yang di Atas dalam segala hal, terutama kelancaran rejeki yang didapatkannya.

“Alhamdulillah, saya tak pernah kekurangan rejeki sedikit pun. Bahkan, tanpa diharap rejeki itu pun datang dengan sendirinya kepada saya dari kebaikan orang-orang yang mau menyisihkan penghasilannya,” jabarnya.

Di samping itu, anugerah lain yang didapatkannya dengan selalu dekat kepada Sang Pencipta adalah dirinya jarang diberi cobaan sakit berat, kecuali flu dan batu. “Usia saya memang tua, tetapi penyakit seolah jauh dari diri saya. Itu karena saya berserah diri kepada-Nya dan hati ini selalu selalu dibuat gembira,” urainya.

Marzuki juga berpesan kepada masyarakat agar menjalani hidup hanya untuk Sang Pencipta semata. Karena hanya dengan itu hati bisa tenang dan jauh dari penyakit.

“Berusaha selalu ikhlas dalam menjalani hidup dan tak pernah mengeluh di setiap aktivitas membuat kita akan selalu diberikan kekuatan oleh-Nya. Meski fisik sudah lemah, namun jika hati tentram maka hidup ini akan diberkati Allah,” pungkasnya.

http://www.republika.co.id/koran/0/96347/Tak_Bisa_Jauh_dari_Masjid

Selasa, 15 Desember 2009

20 Tahun Bekerja Jadi Tukang Sapu


Selasa, 15 Desember 2009 (Republika)

Oleh: Erik Purnama Putra

Di saat pukul 5 pagi orang masih terlelap di dalam rumah, Hariyadi (42 tahun) pada jam segitu malah sudah sibuk bekerja hingga pukul 2 siang. Hebatnya, pria asal Kediri tersebut bekerja menyapu dan membersihkan segala kotoran, baik sampah maupun dedaunan di sepanjang Jalan Walikota Mustajab, Kota Surabaya. Sehingga dapat dikatakan Hariyadi adalah orang yang cinta kebersihan maupun peduli lingkungan, meski alasannya adalah tuntutan pekerjaan.

Bekerja sebagai tukang sapu alias bersih-bersih jalanan dilakoni Hariyadi selama kurang lebih 20 tahun. Baginya, waktu yang berjalan selama ini seolah berlalu tanpa terasa sebab berjalan apa adanya. Meski belum diangkat sebagai pegawai honorer sebab statusnya masih dianggap sebagai pengabdian, hal itu tak menyurutkan Hariyadi untuk peduli terhadap lingkungan dengan bekerja membersihkan kotoran yang ada di jalanan.

Pria beranak tiga itu menuturkan jika dia merasa pasrah dengan nasibnya yang belum juga diangkat sebagai pegawai honorer di lingkungan kerja Pemkot Surabaya. Hal itu karena dia merasa sadar diri, sebab dengan berbekal lulusan SD, maka sangat sulit jika status pekerjaannya bisa meningkat.

“Saya sadar diri dan tak berharap banyak status saya meningkat, karena saya cuma lulusan SD. Lagian sekarang keadaan tambah sulit untuk diangkat jadi pegawai honorer. Sehingga tak ada dalam bayangan saya menjadi PNS,” akunya.

Ketika ditanya apakah gajinya cukup dengan dia bekerja sebagai tukang bersih jalanan, Hariyadi menjawab bahwa hal itu relatif. Karena bisa dibilang cukup dan bisa juga dibilang tidak cukup. Tergantung bagaimana menyikapinya, karena tidak punya pilihan bekerja lagi sehingga semuanya dijalani dengan penuh kenikmatan.

“Saya buat enak saja bekerja sebagai tukang sapu sebab gaji tidak pernah telat. Sehingga setiap dua minggu sekali saya bisa langsung mengambilnya sendiri. Karena itu, saya merasa cukup saja dengan pendapatan yang selalu tepat waktu,” ungkap Hariyadi.

Pengabdian 20 tahun sebagai pegawai kebersihan yang bertugas membersihkan semua kotoran di jalanan membuat Hariyadi menjadi orang yang peduli dengan kebersihan lingkungan. Karena memang dirinya tidak mengenal waktu libur dan harus terus menyapu di jalanan yang areanya termasuk cukup luas itu.

“Saya bekerja setiap hari karena bayaran yang saya terima dihitung perhari. Di samping itu juga saya anggap pengabdian saja untuk dapat membersihkan lingkungan jalanan,” urainya.

Namun, bukan berarti masa depan pekerjaan yang digelutinya cukup baik. Karena kabar terbaru yang diterimanya menyebut jika pada bulan Februari 2010, dirinya bersama rekan kerja sebagai tukang sapu akan diswastakan. Maksudnya, semua pekerja tak lagi terikat secara langsung di bawah Dinas Kebersihan Kota Surabaya, namun akan dilimpahkan kepada pihak swasta.

“Saya agak khawatir jika kabar itu ternyata benar. Karena kabarnya, nanti gaji yang akan saya terima tidak akan tepat waktu dan belum tentu kondisinya enak di bawah swasta,” katanya.