Senin, 14 Desember 2009 (Republika)
Alasannya bukan karena tawaran finasial yang menggiurkan karena penghasilan yang didapat sangat kecil, dan tak sebanding dengan rentang waktu kerja yang setiap harinya mulai jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Sehingga orientasinya pasti bukan mencari uang, dan dapat digolongkan sebagai direktur bergaji kecil.
“Sejak 2005, saya diberi amanah sebagai Direktur Pesma IAIN. Namun, jangan punya bayangan gaji saya besar. Karena jika ekspektasinya seperti itu, sudah pasti jabatan itu diperebutkan banyak orang, dan nyatanya tak ada yang mau,” terang alumnus Ponpes Gontor ini.
Banyak kendala yang dirasakannya saat pertama kali menjabat Direktur Pesma IAIN. Karena saat itu Pesma yang dipimpinnya baru memiliki 1 buah gedung, dan manajemennya belum bagus. Sehingga dapat dikatakan merintis mulai awal alias babat alas.
“Tantangannya banyak sekali. Namun karena alasan utama adalah perjuangan mengabdi sehingga saya tetap termotivasi mengemban amanah itu,” ucapnya.
Abdul Kadir mengaku jika jabatan yang disandangnya tak ubahnya sebagai sarana untuk dapat mempengaruhi mahasiswa agar dapat menjadi pribadi kritis dan ulama berpengaruh di masyarakat. Karena dengan jabatannya itu, dirinya akan mampu membuat peraturan yang memaksa mahasiswa untuk semakin giat belajar agar nantinya memiliki keunggulan lebih dibanding mahasiswa umumnya.
“Mempengaruhi mahasiswa akan lebih mudah jika mereka masih muda. Kenikmatannya pekerjaan saya disitu. Karena saya bisa mengkondisikan mahasiswa agar terpacu menjadi ilmuwan muslim di masa depan, meski itu terdengar ambisius,” ujarnya.
Abdul Kadir yang meraih gelar doktor di Cape Town University, Afrika Selatan, mempunyai cita-cita bahwa dirinya ingin menjadi orang yang mampu memberikan pengaruh positif dan mendedikasikan kemampuannya untuk mengangkat taraf intelektual mahasiswa di Pesma yang dibinanya. Yang ujungnya diharapkan mahasiswanya nanti mampu merintis cita-cita membangun peradaban Islam, dengan cara mereka sendiri melalui kemampuan yang dimiliki masing-masing mahasiswa.
“Saya ingin keberadaan saya mampu menularkan efek positif melalui transfer ilmu yang saya miliki, baik di kampus maupun aktivitas lainnya,” akunya.
Pria yang bermukim di Sidoarjo ini juga berpesan kepada mahasiswa agar peduli dengan perkembangan dunia Islam yang semakin tertinggal dengan peradaban barat. Hal itu terjadi karena mahasiswa lebih banyak mempopulerkan budaya verbal, yakni mengobrol dan menggosip. Padahal aktivitas itu tak ada manfaatnya dan jauh lebih baik jika mahasiswa banyak membaca dan bahkan menulis.
“Karena itu, saya mendorong mahasiswa saya tidak hanya pandai berbicara, melainkan giat membaca dan bahkan menulis agar terbentuk lingkungan akademisi yang bagus,” lanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar